Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling kuat dalam dunia pemasaran. Setiap iklan memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada audiens, namun tidak selalu pesan tersebut langsung terlihat. Untuk memahami lebih dalam tentang bagaimana iklan membangun makna, kita bisa merujuk pada teori semiotika Ferdinand de Saussure. Menurut Saussure, makna terbentuk melalui hubungan antara tanda (sign) dan interpretasi masyarakat terhadap tanda tersebut. Dalam konteks iklan, tanda bisa berupa gambar, kata-kata, suara, atau bahkan warna yang memiliki arti tertentu dalam benak audiens.

Saussure membagi tanda menjadi dua komponen utama: "signifier" (penanda) dan "signified" (yang ditandakan). Penanda adalah bentuk fisik dari tanda, seperti gambar atau kata, sementara yang ditandakan adalah konsep atau makna yang diasosiasikan dengan tanda tersebut. Dalam iklan, penanda bisa berupa produk itu sendiri, logo merek, atau kalimat menarik yang menggoda perhatian audiens. Namun, makna yang ditandakan jauh lebih kompleks dan bergantung pada interpretasi budaya, nilai-nilai sosial, dan pengalaman pribadi audiens.

Misalnya, iklan produk kecantikan sering menggunakan gambaran wanita yang sempurna, dengan kulit cerah dan tubuh ideal, yang menjadi penanda visual dalam iklan tersebut. Namun, yang ditandakan bukan hanya produk kecantikan itu sendiri, melainkan juga ide tentang kecantikan, kepercayaan diri, dan keinginan untuk diterima dalam standar sosial yang ada. Penanda ini tidak hanya berfungsi sebagai representasi produk, tetapi juga menyampaikan makna budaya dan sosial yang sudah terbentuk di masyarakat. Oleh karena itu, iklan tidak hanya menjual produk, tetapi juga sebuah makna atau nilai yang berhubungan dengan gaya hidup atau aspirasi tertentu.

Teori Saussure juga mengajarkan kita bahwa makna dalam iklan bisa berubah tergantung pada konteks sosial dan budaya yang ada. Sebagai contoh, iklan slot kamboja yang efektif di satu negara belum tentu berhasil di negara lain, karena penanda yang digunakan dalam iklan tersebut bisa memiliki makna yang berbeda di budaya lain. Inilah sebabnya kenapa strategi pemasaran yang sama tidak bisa diterapkan di semua pasar tanpa mempertimbangkan konteks lokal. Iklan, jika dipahami melalui lensa teori Saussure, menjadi lebih dari sekadar alat promosi; ia adalah media yang sangat terhubung dengan dinamika sosial dan budaya, yang berfungsi untuk membangun dan membentuk realitas dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan memahami teori Saussure, kita dapat lebih kritis terhadap iklan yang kita konsumsi sehari-hari. Iklan tidak hanya menawarkan barang atau jasa, tetapi juga berusaha menyampaikan makna yang bisa mempengaruhi cara kita berpikir, merasa, dan bertindak. Dengan demikian, iklan adalah bagian dari budaya komunikasi yang sangat penting dalam membentuk opini publik dan gaya hidup modern.